Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

 

ADA pengalaman yang tidak terlupakan oleh salah seorang dokter yang Kamis (26/1) siang tadi diambil sumpah dan dilantik oleh dekan Fakultas Kedokteran Unusa, Dr Handayani. Dia adalah dr Firda Nur Laila.

Anak pertama dari tiga bersaudara menceritakan, selama menjalani pendidikan profesi dokter ia mempunyai pengalaman yang tidak akan dilupakan. “Ditahun pertama menjalani koordinator asisten (Koas), saat itu pandemi Covid-19 saya sebagai dokter muda yang sedang menjalani koas harus menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap level 2 beserta masker double (masker N95 dan masker medis),” katanya mengenang.

dr Firda Nur Laila memakainya kurang lebih selama 7-8 jam. “Tidak terbayang sebelumnya bagaimana susahnya untuk bernafas,” katanya mengungkapkan.

Di tahun pertama, dia lebih banyak belajar mengenai penyakit non bedah, seperti ilmu penyakit dalam, kulit kelamin, ilmu Kesehatan anak, ilmu forensik, ilmu kejiwaan dan lain sebagainya. Diakuinya, ia baru mendapatkan ilmu tersebut saat koas, dan sedihnya ada beberapa stase yang harus dijalani secara daring akibat pandemi Covid-19.

“Itulah masa-masa yang harus saya jalani ketika melaksanakan pendidikan profesi dokter di kala pandemi Covid-19. Semua itu membawa kesan tersendiri bagi saya,” katanya.

Putri pasangan drh. Muhammad Yunus dan Endang Setyaningrum, S.E., ini menambahkan, di tahun kedua lebih mengesankan lagi, saat ikut asistensi operasi bersama dokter spesialis, dirinya benar-benar turut serta dalam operasi, dokter spesialisnya baik dan terampil dalam membimbing dan mengajarinya sebagai dokter muda. Mungkin jika dirinya tidak kuliah dokteran, dia tidak akan mendapatkan pengalaman berharga seperti ini.

“Banyak sekali pengalaman dan dokumentasi menarik yang saya dapatkan saat menjalani pendidikan profesi dokter. Yang pastinya akan saya kenang sepanjang hidup saya,” ungkapnya.

Anak pertama dari 3 bersaudara ini mengungkapkan, bahwa dirinya bisa berhadapan langsung dengan pasien dan bisa secara langsung mempelajari penyakitnya, apalagi saat jaga di Unit Gawat Darurat (UGD). “Kesempatan itu merupakan moment yang paling berharga, karena saya bisa belajar langsung bagaimana menangani kegawatdaruratan pasien yang datang.”

dr Firda Nur Laila juga mengungkapkan, saat stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) ia bisa berinteraksi langsung dengan bermasyarakat. Ia sempat menjalani stase di Puskesmas selama dua bulan. “Stase di Puskesmas ini adalah waktu yang paling berharga untuk saya, karena dapat mengenal lebih dalam lagi, bagaimana menjadi dokter dan bagaimana cara bermasyarakat dengan baik. Aktivitas itu merupakan pengalaman berharga,” ungkapnya.

Kurang Tidur

Kesan lain sekaligus tantangan yang dialami dr Firda Nur Laila, selama menjalani pendidikan profesi dokter, adalah bagaimana ia bisa menyikapi hal-hal baru yang terjadi, antara lain harus cekatan serta terampil saat berada di depan pasien dan konsulen. Ia harus mengetahui kira-kira diagnosis apa pada pasien, bagaimana terapinya, selain itu dirinya juga harus pandai-pandai membagi waktu antara jaga, mengerjakan tugas, dan tidur.

“Saat koas memang bisa dibilang tidurnya kurang, karena banyak sekali tuntutan yang harus saya lalui dengan mengorbankan waktu tidur, seperti jaga malam di IGD, harus standby 24 jam di VK (kamar bersalin) menunggu sewaktu-waktu jika ada ibu yang melahirkan, dan saya juga turut serta membantu Bidan untuk partus atau persalinan normal yang berada di kamar bersalin. Ini semua tantangan dan hal baru dalam hidup saya,” ungkapnya. Alumni SMA Negeri 2 Jombang ini mengatur waktu antara kehidupan pribadi dan pendidikannya menggunakan skala prioritas, kira-kira mana yang harus diprioritaskan terlebih.

Sumber: unusa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]